Essay : Kesenian Jemblung


A.  Judul:Kesenian Jemblung Desa Manisrenggo Kecamatan Kota, Kota Kediri”
B. Deskripsi Singkat
Indonesia sebagai negara kepulauan dikenal memiliki banyak kesenian tradisional. Salah satunya adalah kesenian Jemblung yang berkembang dari Kediri Jawa Timur. Desa Manisrenggo kecamatan Kota kota Kediri merupakan salah satu desa yang masih melestarikan kesenian tersebut. Lahirnya Jemblung di daerah Kediri berawal dari keadaan religi masyarakat Kediri yang carut marut dan gemblung (bodoh) setelah ditinggal oleh raja Jayabaya. Masyarakat Kediri yang sebelumnya memeluk agama Hindu dengan menyembah dewa-dewa setelah ditinggal oleh Jayabaya menjadi menyembah danyang atau disebut juga Butolucoyo (semacam penunggu desa).
Pada zaman itu di daerah Kediri sudah terdapat kesenian Kentrung dan pada saat itu merupakan zaman awal Islam. Sunan Bonang yang mengetahui keadaan religi masyarakat Kediri mengakulturasi kesenian Kentrung dengan menambah instrumen Jidor sehingga lahirlah Jemblung di Kediri.  Jemblung ialah teater tutur Islami yang unik dan menggunakan musik tradisonal Jawa sebagai pengiring.
Saat ini Jemblung dipentaskan dalam berbagai acara seperti festival seni dan juga hajatan. Padahal dulu Jemblung hanya dipentaskan untuk dakwah saja. Ini berarti Jemblung telah menjadi kesenian tradisional rakyat. Pementasan Jemblung cukup sederhana dan tidak terlalu mahal hanya membutuhkan 8-11 pemain, diantaranya 6-9 orang bertugas memainkan alat musik. Alat musik yang dimainkan adalah  jidor, kendhang, terbang, kenong, kethuk, penerus. Namun biasanya pemain musik menggunakan 2 jidor dan alat tambahan berupa saron, kentrung, kempling, dll. Selebihnya adalah 2 orang yang bertugas sebagai dalang. Dalang cerita dan dalang shalawat. Dalang cerita berfungsi menceritakan jalannya cerita dalam lakon Jemblung, sedangkan dalang shalawat hanya berfungsi mbawak (melantunkan shalawat) pada sela-sela pementasan Jemblung. Akan tetapi terkadang juga hanya ada 1 dalang yang berfungsi sebagai pencerita sekaligus bershalawat. Sementara pemain terakhir ialah sinden wanita.

Pementasan Jemblung dilakukan dengan duduk bersila oleh dalang dan para pemain. Dalang selalu berparikan (berpantun) dalam menyampaikan lakon Jemblung. Awal pementasan diisi dengan shalawat asli Jemblung atau shalawat yakiyola dan memuji Rasulullah. Untuk durasi waktu pementasannya, Jemblung bisa pentas selama semalam suntuk, bisa setengah malam, dan bisa juga 2 jam atau 1 jam tergantung dari keinginan yang menyelenggarakan hajatan. Adapun penambahan wayang, sinden, serta musik rebana dan campursari itu juga tergantung dari keinginan yang menyelenggarakan acara atau hajatan.

C.Ekspresi dan Performaransi (tampilan)
a.    Peralatan dan Makna Simbolik
DSCF5815Dalam observasi ini saya memilih salah satu grup Jemblung yang terkenal di kota Kediri bahkan sudah pernah pentas di ranah nusantara yang berlokasi di desa Manisrenggo kecamatan Kota kota Kediri, grup Taruna Budaya yang dipimpin oleh bapak Mansur Mustofa. Pementasan Jemblung dari grup Taruna Budaya ini masih mempertahankan pakem Jemblung Kediren. Yang dimaksud pakem Kediren ini ialah tembang yang merujuk pada lagu pertengahan yang menggunakan bahasa Jawa krama inggil.
Pada pementasan grup ini menggunakan 6 pemain alat musik yang mencerminkan rukun iman dalam islam, beberapa sinden, dan 1 sebagai dalang.






Adapun alat-alat musik itu berupa:
1.      Jidor
DSCF5814
2.      Kendhang
terbang.jpg
3.      Terbang
ketuk.jpg
4.      Kenong
9886gamelankenongsingle.jpg
5.      Kethuk
Photo3821.jpg
6.      Penerus
Photo3821.jpg

              Menurut bapak Mansur Mustofa, pada setiap alat intrumen Jemblung memiliki makna tersendiri. Namun, ketika saya mewawancarai pihak informan, beliau hanya mampu menyebutkan beberapa saja.




Berikut ini adalah makna yang terkandung dalam beberapa alat instrument Jemblung:
Ø  Jidor, ojo nyeje ben ora teledor maksudnya adalah perintah untuk berjamaah di dalam Agama Islam, agar dapat menjalani hidup dengan damai.
Ø  Kendhang, ”agama dinggo teken ben urip ra nendhang maksudnya, agama sebagai pengatur perbuatan, batas antara haram dan halal.
Ø  Terbang, menungso kudu pinter lan imbang” maksudnya, manusia harus pandai di segala bidang, baik ilmu dunia maupun akhirat. Agar tercipta keseimbangan
Ø  Kethuk, tekenan agomo kudu nganti tutuk” maksudnya adalah pelajarilah Islam secara Khaffah (sempurna) jangan setengah-setengah.
Sementara menurut bapak Marsidi, pemberian nama pada setiap alat-alat musik Jemblung diambil dari bunyi yang dihasilkan alat musik tersebut, seperti jidor, dinamakan jidor karena bunyinya “dor dor”. Kemudian karena bunyinya “ndang ndang” maka dinamakan kendhang. Kendhang merupakan instrumen pembuka pementasan Jemblung. Sedangkan terbang yang merupakan instrumen  senggakan, karena bunyinya “bang bang” maka dinamakan terbang. Demikian dengan kenong dan kethuk, berbentuk sama akan tetapi kethuk lebih pipih dari pada kenong, karena berbunyi “nong dan thuk” maka dinamakan kenong dan kethuk. Sementara penerus merupakan pengikut alat instrumen musik yang lain bentuknya sama seperti kenong dan kethuk, namun penerus lebih kecil bentuknya.
b.      Kronologis Tampilan
DSCF5824.JPGPara pemain Jemblung tampak tampil dalam pementasannya tanpa properti artistik apapun, seperti halnya sandiwara Kethoprak yang mengiringi pertunjukkan dengan aransemen musikal. Namun, sekarang tidak jarang para pemain Jemblung menggunakn properti untuk menarik minat penonton dalam pementasan Jemblung. Dalam pertunjukannya, dalang Jemblung duduk bersila. Pertunjukan Jemblung menyajikan kisah-kisah babad utamanya dari kitab menak, legenda atau cerita rakyat yang adegannya diplot seperti halnya plot cerita pada pertunjukan kethoprak. Babad adalah puisi atau prosa yang menyajikan rangkaian peristiwa sejarah atau cerita kepahlawanan dalam peperangan. Sesuai dengan struktur dramatik, setelah jejer babak pertama, dalang akan bercerita tentang lakon, isi, klimaks, anti klimaks, penutup dan doa.
Berikut adalah salah satu pementasan Jemblung yang dibawakan oleh grup Taruna Budaya pada waktu Festifal Bonraja Solo Jateng 2006. Lakon yang diceritakan oleh grup Taruna Budaya ialah Lakon Ki Ageng Coreko. Dalam lakon ini pakaian yang digunakan para pemain rebana adalah busana muslim, sedangkan  para pemain yang lain mengenakan pakaian adat Jawa, dan dalang Jemblung memakai pakaian ala Walisongo. Ketika pementasan Jemblung dimulai, dalang dan para pemain duduk bersila. Pementasan diawali dengan bacaan shalawat asli Jemblung atau shalawat yakiyola selama kurang lebih 30 menit. Dalang bertutur sambil diiringi musik dan iringan shalawat dari para pemain dan sinden, dalang dan para pemain lain juga merangkap menjadi pemainnya. Untuk isi cerita durasi sekitar 5-6 jam. Pementasan ini menceritakan tentang Babad Tanah Kediri. Babad Tanah Kediri merupakan rangkaian peristiwa sejarah, peperangan, perjuangan para pejuang yang menginginkan daerah Kediri menjadi lebih baik. Salah satunya adalah Sunan Bonang dalam perjuangannya mengajak masyarakat Kediri untuk memeluk agama Islam. Di akhir pementasan Jemblung dalang, sinden dan para pemain kembali bershalawat. Shalawat badar merupakan shalawat penutup Jemblung. Menariknya lagi, diakhir memainkan musik para pemain menyerukan kata “merdeka”.
Dalam pementasan ini ada instrumen tambahan yang mengiringi pementasan Jemblung seperti contoh gitar melodi, gitar akustik, dll. Hal ini disebabkan agar pementasan Jemblung tidak membosankan. Dan benar bila dicermati, sesungguhnya seni Jemblung sarat dengan nilai-nilai moral yang sangat tinggi. Tak hanya dijadikan tontonan semata, tapi sesungguhnya seni Jemblung berisi tuntunan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat pada umumnya. Bila didengarkan dengan seksama musik Jemblung cukup unik bahkan harmoni dari alat-alat musiknya dapat membangkitkan semangat bagi pendengarnya. Maka, tidak salah jika Jemblung dipilih oleh Sunan Bonang ketika pertama kali menyebarkan agama Islam di Kota Kediri.

D.Nilai-nilai yang Terkandung dalam Kesenian Jemblung
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian Jemblung sekaligus ciri khas kesenian Jemblung yang tidak boleh ditinggalkan adalah:
1.    Cerita atau Lakon
Cerita yang merujuk pada Hikayat Amir Hamzah atau cerita yang menyangkut masalah penyebaran agama Islam, seperti cerita Walisongo. Cerita-cerita tersebut mengandung banyak nilai moral yang dapat diambil hikmahnya.
2.    Sholawatan dan Lagu (shalawat Yakiyola)
Dalam melagukan Sholawat terdapat banyak perbedaan di setiap daerah. Untuk daerah Kediri lagu atau cengkoknya kenceng atau lurus, sedangkan daerah lainnya cenderung lekuk. Hal itu dilakukan oleh Jemblung Taruna Budaya dengan tetap mempertahankan tembang yang merujuk pada lagu pertengahan yang berbahasa Jawa Krama Inggil.( Wawancara, 7 Mei 2012)
3.    Humor yang Bernafaskan Parikan
Dalam setiap pementasan Jemblung, humor atau guyonan merupakan salah satu daya tarik yang memikat penonton. Dengan humor nilai-nilai yang terkandung  dalam isi cerita akan mudah tersampaikan kepada penonton. Disini humor menjadi salah satu sarana penunjang interaksi antara dalang dan penonton. Dalang Jemblung dituntut untuk selalu menciptakan suasana segar dan baru yang dilakukan dengan geguyon (kelakar) penuh canda. Dan geguyon tersebut harus bernafaskan parikan atau pantun. Selain dituntut untuk menciptakan suasana segar dan baru, interaksi berupa tanya jawab atau permintaan kritik dan saran juga sangat diperlukan. Interaksi bisa dilakukan pada awal pementasan atau setelah pementasan Jemblung.
4.    Misi Dakwah
Pada setiap pementasannya, Jemblung tidak pernah lepas dari misi dakwahnya untuk mengajak penonton agar selalu bertaqwa kepada Tuhan. Karena Jemblung adalah kesenian Jawa Islami yang digunakan sebagai sarana dakwah yang bertujuan memberi penjelasan kepada masyarakat sekaligus mengajak beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

E. Prospek Nilai-nilai dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Jemblung adalah pencerminan dari budaya Jawa, dalam arti pencerminan dari kenyataan kehidupan, nilai dan tujuan kehidupan, moralitas, harapan, dan cita-cita kehidupan masyarakat Jawa. Melalui cerita dalam pertunjukan Jemblung, masyarakat Jawa memberi gambaran kehidupan mengenai bagaimana hidup sesungguhnya dan bagaimana hidup itu seharusnya. Berdasarkan uraian tersebut, adapun nilai-nilai pementasan Jemblung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebagai berikut:
1.    Nilai estetika
Jemblung merupakan sebuah pertunjukan kesenian. Ia dapat menjadi alat hiburan yang ringan. Selain itu Jemblung dapat dinikmati oleh semua lapisan. Menurut bapak Mansur Mustofa (51 Tahun) pertunjukan Jemblung dapat dinikmati tanpa harus melalui sensor karena semua yang dipertunjukan merupakan hal yang positif.
2.    Nilai pendidikan
Dalam pementasan Jemblung terdapat berbagai pengetahuan. Melalui pengetahuan tersebut, masyarakat diharapakan tetap dapat mengenali lingkungan budayanya. Dalang menjalankan perannya untuk menyampaikan pendidikan kepada masyarakat melalui hikmah dalam setiap cerita yang disampaikan olehnya.
3.    Nilai sosial
Merupakan sarana pemersatu bangsa. Hal ini dikarenakan dalam kesenian Jemblung, dapat ditonton oleh masyarakat golongan apapun tanpa membedakan kelas di lokasi itu. Semakin sering menonton, maka persatuanpun juga semakin meningkat. Selain itu, dalang Jemblungpun hidup di tengah- tengah masyarakat sehingga mengetahui apa yang ada di benak rakyat, sebagai komunikator sosial yang ia lakukan saat menampilkan kesenian Jemblung adalah bertugas untuk menyampaikan harapan pemerintah pada rakyat untuk kehidupan yang lebih baik, seperti penyuluhan progam KB, perintah pentingnya wajib belajar 12 tahun, dan sebagainya.
4.    Nilai agama
Menurut bapak Mansur Mustofa, hal ini merupakan nilai utama pada pertujukan kesenian Jemblung yaitu memberikan penyuluhan di bidang agama melalui cerita para wali Islam terdahulu. Dengan demikian warga negara Indonesia akan menjadi warga negara yang beragama dan berbudi luhur.
5.    Nilai ekonomi
Selain meningkatkan perekonomian para pemain Jemblung. Dalam pementasan Jemblung, penonton tidak dikenai bayaran sama sekali. Selain itu, di tempat berlangsungnya pertunjukan seni Jemblung, banyak para warga yang memanfaatkan acara ini untuk menjajakan dagangan mereka, seperti berjualan makanan ringan, dll. Menurut hasil wawancara dengan informan, dalam tiap pementasan mereka mendapatkan hasil sekitar 2-3 juta. Dengan personil yang berjumlah sekitar 8-11 orang dan mereka masih memiliki pekerjaan utama karena Jemblung hanya merupakan pekerjaan sampingan bagi personilnya, maka dapat dihitung betapa Jemblung sangat meningkatkan perekonomian personilnya. Namun, karena  pengaruh perubahan zaman kesenian Jemblung mulai sedikit peminatnya.
Sebagai generasi penerus saatnya para masyarakat senantiasa menghargai kebudayaan lokal yang semakin lama tergeserkan oleh waktu. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya saling menghargai antara budaya satu dengan budaya lainnya agar tercipta negara yang aman dan sejahtera.

F.  Kesimpulan
Jemblung merupakan kesenian tradisional Kediri yang menjadi kesenian tradisional rakyat. Jemblung merupakan teater tutur yang dimainkan oleh 8-11 orang, dimana ada dalang yang menyampaikan cerita atau lakon, ada pemain yang memainkan alat musik. Dalang dan pemain bisa juga merangkap memerankan tokoh yang ada dalam lakon. Dalam pertunjukan Jemblung modern juga terdapat sinden dan wayang sebagai visualisasi tokoh dan tambahan instrumen musik campursari. Hal itu dilakukan untuk menambah minat penonton untuk menyaksikan Jemblung. Lakon yang diceritakan di Jemblung disadur dari hikayat Amir Hamzah, selain itu juga bisa mengambil lakon perjuangan Islam.
   Lahirnya Jemblung di Kediri karena akulturasi kesenian Kentrung dengan menambah instrumen Jidor yang dibawa Sunan Bonang ketika mengetahui keadaan religi masyarakat Kediri yang carut marut dan gemblung (bodoh).
              Meskipun Jemblung terus berkembang karena perubahan zaman, namun Jemblung tidak meninggalkan identitasnya sebagai kesenian yang Islami, hal itu terbukti dengan lakonnya yang tetap mengusung perjuangan Islam. Sebagaimana umumnya teater tutur, Jemblung mengusung perjuangan Islam yang mengandalkan keahlian para pemainnya untuk memainkan tokoh-tokoh dalam pertunjukannya. Apalagi dalangnya harus dituntut berimprovisasi dengan ide baru disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat lingkungannya. Meskipun ceritanya sudah dikenal dan mentradisi, namun dengan kepandaian dalang Jemblung dapat menciptakan suasana yang segar dan baru. Cara bermain tetap mengikuti cara pendahulunya, namun pemain itu harus mempunyai ide yang segar dan cara membawakan cerita yang penuh humor sehingga dapat memikat para penonton tanpa mengurangi nilai-nilai yang ada didalamnya.



G.  Lampiran Identitas Informan

1.        Photo3831.jpgNama Lengkap                     : Mansur Mustofa
Tempat dan Tanggal Lahir   : Kediri, 26 Mei 1961
Umur                                    : 51 Tahun
Alamat                                  : Desa Manisrenggo
                                                      Kecamatan Kota
                                                      Kota Kediri
Agama                                  : Islam
Pekerjaan                              : Wiraswasta
Pendidikan Terahir               : ST



2.        Photo3831.jpgNama Lengkap                    : Marsidi
Tempat dan Tanggal Lahir   : Kediri, 28 Maret 1955
Umur                                    : 57 Tahun
Alamat                                  : Desa Tamanan
                                                      Kecamatan Mojoroto
                                                      Kota Kediri
Agama                                  : Islam
Pekerjaan                              : Wiraswasta
Pendidikan Terahir               : SD pada Tahun 1965

1 Response to "Essay : Kesenian Jemblung"

  1. Unknown says:
    30 Mei 2017 pukul 19.54

    mbak bisa minta kontak line atau wa ?
    saya mau berdisukusi terimakasih :)
    kontak saya di 085708780023

Posting Komentar